Hai, Stilovers! Masih semangat buat belajar menulis kan? Harus ya! Kamu pasti sudah mengenal berbagai gaya bahasa yang sering digunakan dalam bahasa Indonesia kan?
Gaya bahasa merupakan salah satu dari sekian banyak unsur intrinsik yang membentuk sebuah karya sastra. Gaya bahasa sering juga disebut dengan majas.
Menurut Wikipedia versi Indonesia, gaya bahasa merupakan pemanfaatan kekayaan bahasa, pemakaian ragam tertentu untuk memperoleh efek-efek tertentu, keseluruhan ciri bahasa sekelompok penulis sastra dan cara khas dalam menyampaikan pikiran dan perasaan, baik secara lisan maupun tertulis.
Gaya bahasa dapat dikelompokkan menjadi beberapa macam. Yuk, kita lihat satu per satu.
Gaya Bahasa Sindiran
- Ironi (sindiran halus): sindiran yang dikatakan, kebalikan dari apa yang sebenarnya. Contoh: Lekas betul Abang pulang, hari baru pukul satu malam! (lekas betul = terlambat sekali)
- Sinisme: sindiran lebih kasar dari ironi, dengan maksud mencemoohkan lawan bicara.
Contoh: “Bersih benar badanmu, ya?” kata ibu kepada anaknya yang belum mandi. - Sarkasme: sindiran yang sangat tajam dan kasar, hingga kadang-kadang menyakitkan hati. Contoh: Hai, Binatang! Pergi engkau dari sini!
Gaya Bahasa Pertentangan
- Paradoks: mengemukakan dua pengertian yang bertentangan sehingga sepintas lalu tidak masuk akal. Contoh: Dia sering kesepian di kota besar yang ramai itu.
- Antitesis: pengungkapan mengenai situasi, benda, atau sifat yang keadaannya saling bertentangan, dan menggunakan kata-kata berlawanan arti. Contoh: Besar kecil, tua muda, pria wanita, ikut menyaksikan perlombaan itu.
- Anakhronisme: melukiskan suatu keadaan tidak sesuai dengan peristiwa sejarah. Contoh: Candi Borobudur dibuat oleh nenek moyang dengan menggunakan komputer.
- Kontrakdiksio interminis: memperlihatkan sesuatu yang bertentangan dengan penjelasan semula. Contoh: Semua telah beres, kecuali surat jalan.
Gaya Bahasa Penegasan
- Inversi: kalimat yang predikatnya terletak di depan subjek. Contoh: Besar sekali rumahnya.
- Retoris: kalimat tanya tak bertanya, yang menyatakan kesangsian atau bersifat mengejek. Contoh: Itukah bukti janji yang engkau ucapkan?
- Koreksio: membetulkan kembali ucapan yang salah, baik dengan sengaja atau tidak. Contoh: Dia baru saja makan, oh bukan, dia tidur.
- Repetisi : pengulangan kata-kata dalam bahasa prosa. Contoh: Kita telah merdeka, kita telah membangun, kita telah bahagia.
- Paralelisme: pengulangan kata-kata untuk penegasan dalam bahasa puisi.
- Enumerasio: melukiskan suatu peristiwa atau keadaan dengan cara menguraikan satu demi satu situasi/keadaan sehingga merupakan suatu keseluruhan. Contoh: Apa yang engkau harapkan, saya orang miskin, yang tidak disenangi orang kampung, yang tidak punya rumah tempat tinggal?
- Klimaks: menguraikan suatu keadaan yang secara berturut-turut makin lama makin memuncak. Contoh: Sejak dari kecil sampai dewasa, malah sampai setua ini, perangainya tidak pernah berubah.
- Antiklimaks: menguraikan suatu keadaan secara berturut-turut makin lama makin menurun. Contoh: Jangankan sejuta, seribu, seratus pun tak mau aku memberikan uang itu kepadamu.
- Pleonasme: menggunakan sepatah kata yang sebenarnya tidak perlu dikatakan lagi, sebab arti kata tersebut sebenarnya telah terkandung dalam kata yang diterangkannya. Contoh: Ia tidak ingin naik ke atas.
- Tautologi: mengulang beberapa kali sepatah kata dalam sebuah kalimat untuk menguatkan maksud. Contoh: Tidak, tidak mungkin dia yang mencuri uang itu!
- Ekslamasio: gaya bahasa yang di dalamnya memakai kata seru. Contoh: Wah, cantik benar gadis itu!
Gaya Bahasa Perbandingan
- Asosiasi: melukiskan suatu keadaan dengan membandingkan terhadap keadaan lain yang menimbulkan suatu asosiasi yang sama dengan benda tersebut sehingga lebih jelas. Contoh: Wajahnya cantik, bagaikan bulan purnama.
- Alusio : gaya bahasa perbandingan dengan mempergunakan ungkapan-ungkapan, peribahasa, atau sampiran pantun yang sudah lazim dipergunakan orang. Contoh: Makan hati saya melihat tingkahmu!
- Litotes: melukiskan keadaan sesuatu dengan menyatakan keadaan yang sebaliknya, guna merendahkan diri. Contoh: Terimalah hadiah tak seberapa ini sebagai kenang-kenangan.
- Hiperbola: gaya bahasa yang menggunakan kata-kata untuk melukiskan peristiwa atau keadaan dengan cara berlebihan daripada sesungguhnya. Contoh: Hatiku rasa terbakar mendengar caci makinya.
- Personifikasi: gaya bahasa perbandingan yang membandingkan benda mati seolah-olah bernyawa sehingga bertindak, berlaku, berpikir, merasa seperti manusia. Contoh: Hatiku berkata, saya harus sukses!
- Sinekdoke: mengungkapkan sebagian masalah padahal yang dimaksud semuanya, juga menyatakan seluruh masalah sedangkan yang dimaksud hanya sebagian. Gaya bahasa ini dibagi dua, yaitu Pars pro toto (sebagian untuk seluruh), contoh: Saya membeli tiga ekor kambing; dan Totem pro parte (seluruh untuk sebagian), contoh: Desa kami memenangkan lomba gerak jalan.
- Metonemia: menggunakan sepatah kata atau sebuah nama yang dapat berasosiasi dengan nama benda, binatang, tempat,untuk menggantikan benda yang dimaksud. Contoh: Kami pulang pergi naik Kijang.
- Alegori: gaya bahasa yang membandingkan kehidupan manusia dengan alam. Contoh: Gadis itu bunga mekar di kampung kami.
- Metafora: membandingkan suatu benda dengan benda lain yang mempunyai sifat yang sama. Contoh: Dewi Malam telah pergi ke peraduannya.
- Eufemisme: mempergunakan kata yang mengandung arti memperlembut atau memperhalus yang dimaksudkan untuk menghindarkan pantang (hal yang tabu) atau sopan santun. Contoh: Di mana saya bisa menemukan kamar kecil?
- Antonomasia: menyebutkan keterangan atau sifat tentang sesuatu, tetapi tidak menyebutkan hal yang diterangkan itu. Contoh: Berdoalah kepada Yang Mahapengasih.
Wah, banyak banget ternyata ya, gaya bahasa yang kita kenal dalam bahasa Indonesia. Yang sudah disebutkan di atas adalah gaya-gaya yang sering dipakai dalam naskah fiksi. Masih ada beberapa gaya lain yang jarang dipakai juga loh!
Lalu, apakah kita harus hafal semuanya? Tentu saja tidak! Menghafal macam-macam gaya tersebut adalah tugas anak-anak sekolah yang akan mengikuti ujian bahasa Indonesia. Hahaha.
Nah, kamu sebagai penulis dan ingin menulis fiksi, kamu cukup tahu dan paham saja, lalu pakai seperlunya. Jangan terikat dengan ketentuan-ketentuan yang ada dan bebaskan ekspresimu.
Lalu, bagaimana caranya menggunakannya dalam tulisan kita? Banyak-banyaklah membaca dan mendengar. Percaya deh, kebanyakan gaya bahasa justru berasal dari sastra lisan masing-masing daerah kok. Semakin banyak kita mendengar, semakin kaya pula gaya bahasa yang kita ketahui.
Selamat menulis!