
Menjadi penulis buku akhir-akhir ini terdengar ‘seksi’ dan ‘keren’. Jadi penulis tak lagi dianggap sebelah mata. Penulis perlahan-lahan menjadi sebuah titel yang tak kalah dengan profesi-profesi lain, karena menjadi (di luar fakta bahwa beberapa penulis berawal dari menyukai apa yang mereka kerjakan). Menulis adalah pekerjaan yang ‘wah’, apalagi menulis buku.
Lalu, untuk menjadi penulis buku yang baik itu kuncinya apa, ya? Selain keinginan yang besar untuk jadi penulis dan dorongan untuk terus belajar?
Tentu saja kuncinya ada pada kegiatan menulis itu sendiri. Menulis–terutama menulis buku–juga butuh pengetahuan akan hal-hal mendasar, mulai dari teknis yang harus dikuasai sampai kesabaran menerima jawaban dari penerbit/media yang kita kirimi naskah 🙂
Masalah teknis ini tentunya akan memudahkan kita, editor, ataupun pembaca tulisan kita. Jadi, siapkanlah mesin tik, notebook, atau pulpen dan kertas itu sambil menyimak beberapa tip menulis buku ala Stiletto Book ini.
13 Tip Menulis Buku ala Stiletto Book
1. Perhatikan Tanda Baca
Selalu perhatikan tanda baca dan fungsinya; titik dan koma jelas beda fungsi, jangan sampai yang begini kebolak-balik ya, Stilovers.
Sebagai calon penulis yang baik, tentunya kamu harus paham fungsi dari masing-masing tanda baca itu. Tanda baca juga memengaruhi intonasi dan ekspresi yang ditimbulkan dari sebuah kalimat.
2. Selalu Menulis
Penulis yang baik (fiksi maupun nonfiksi) wajib menyempatkan diri menulis minimal 30 menit dalam sehari.
Menulis secara rutin seperti ini adalah kebiasaan baik yang akan membuatnya menjadi rutinitas. Jika menulis telah menjadi bagian dari rutinitas harian, tidak akan ada lagi alasan ‘aku super sibuk, jadi tak sempat menulis’, atau ‘aku kehabisan ide’, dan lain sebagainya.
Alasan yang sungguh klise 🙂 Bagi seseorang yang ingin menjadi penulis profesional, seharusnya ia sudah mempersiapkan mentalnya dengan cara terus-menerus melatih kemampuannya secara rutin.
3. Edit Nanti
Ketika menulis draf naskah, jangan diedit dulu. Menulis dan editing adalah dua pekerjaan yang berbeda. Selesaikan dulu drafnya. Setelah draf selesai, barulah proses mengedit diizinkan.
Mengapa? Mengedit tulisan butuh waktu lebih lama daripada menuliskannya. Jika seseorang menghabiskan waktu untuk menulis satu paragraf draf, lalu mengeditnya berkali-kali sebelum beralih ke paragraf selanjutnya, niscaya tulisan itu tak akan selesai.
4. Baca, Baca, Baca
Kalau ingin menulis buku yang bagus, jadilah pembaca yang baik dulu. Mengapa harus membaca?
Karena dari membaca kita bisa banyak belajar. Misalnya saja, dengan banyak membaca kita jadi lebih tahu tata cara penulisan yang baik sesuai kaidah dan EBI tanpa perlu mengecek Kamus Besar Bahasa Indonesia berkali-kali.
Hal ini juga melatih kebiasaan lo! Pembaca yang baik biasanya memperhatikan apa yang dia baca; mulai dari cara penulis buku kesayangannya menjelaskan sesuatu, pola tulisan yang enak dibaca, sampai informasi-informasi kecil yang mungkin tidak bisa ia dapatkan dari pembicaraannya dengan teman-teman.
5. Keep It Simple
Cobalah menulis dengan cara yang sederhana. Ekspresikan pandangan kamu dengan kata-kata yang paling tepat.
Kalimat panjang barangkali terlihat keren dan membuat penulisnya terkesan pintar. Tapi, percayalah, para pembaca ingin memahami tulisanmu dengan cara yang sederhana.
Dengan kata-kata yang tepat, penulis tetap bisa membuat pembaca merasakan apa yang ingin disampaikannya. Tanpa kalimat yang sulit dimengerti, penulis pun tetap bisa kelihatan cerdas.
6. Terima Kritik dengan Baik
Belajarlah menerima kritik dari orang yang sudah membaca tulisan kita.
Jangan marah, tersinggung, meski kritiknya pedas. Kritik itu membuat kita belajar. Dengan adanya kritik, kita jadi tahu titik lemah yang kita miliki.
Dengan begitu, kita tak ragu untuk mempelajari apa yang seharusnya kita pahami lebih dalam demi mengurangi (kalau tidak bisa menghilangkan) kelemahan kita itu. Bisa jadi, yang tadinya adalah kelemahan akan menjadi kelebihan.
Mulai sekarang, jadikan si tukang kritik sebagai sahabat kamu, dan ucapkan terima kasih padanya. 🙂
7. Pelajari Gaya Tulisan Mereka yang Lebih Senior
Jangan malu meniru kebiasaan baik dari penulis lain (terutama penulis yang diidolakan) supaya tulisan semakin kece.
Sebagai pemula, banyak penulis yang mengeluh kalau gaya tulis mereka sering berganti-ganti dan terlalu mirip dengan gaya tulis seseorang yang mereka suka. Ini sebenarnya berita bagus!
Dalam tahap belajar, memang perlu adanya latihan yang sungguh-sungguh dan dilakukan terus-menerus untuk membuat seseorang akhirnya menemukan gaya bahasa atau gaya tulis sendiri.
Namun, bukan berarti seseorang yang gaya tulisnya terpengaruh oleh orang lain itu bukan penulis yang baik. Ini persepsi yang salah. Ketimbang pusing memikirkan gaya tulis sendiri yang tidak berkesudahan (dan akhirnya malah batal menulis…) lebih baik fokus pada tulisan.
8. Plot yang Jelas
Menulis buku, terutama buku fiksi, sebaiknya diberi plot yang jelas supaya ceritanya nyambung, konsisten, dan enak dibaca.
Bayangkan saja dirimu sebagai pembaca. Ketika membaca sebuah novel atau tulisan fiksi dalam bentuk lain yang isinya berantakan. Karakter utama tiba-tiba berubah sifatnya tanpa alasan. Tanda seru di mana-mana. Atau mendadak si penjahat hidup lagi tanpa penjelasan masuk akal (kecuali novel fantasi tentang vampir atau zombie, mungkin?). Tentu hal ini membuatmu sebagai pembaca frustasi, kan?
9. Jangan Terdistraksi Internet!
Boleh untuk cari data, riset, dan seterusnya. Tapi, jangan keasyikan sampai lupa tujuan awalmu buka laptop 😉
So, kalau niat awalmu duduk di depan laptop untuk mulai menulis buku, maka matikan jaringan internet selama beberapa jam. Hidupkan lagi kalau sudah selesai menulis beberapa bab.
Bolehlah pamer di status. 😀
10. Boost Your Creativity!
Kalau kata James Altucher, segelas kopi untuk menemani menulis bisa nambah kreativitasnya! Setuju? 🙂
Mungkin ada yang tidak suka kopi. Lebih suka teh? Jus buah? Malah lebih bagus!
Inti dari perkataan James Altucher itu bukanlah esensi kopi (ya, walaupun kopi memang mengandung kafein yang dapat mengurangi rasa kantuk dan meningkatkan konsentrasi.). Tapi, maksudnya adalah kamu boleh ditemani oleh secangkir minuman—atau sedikit kudapan—untuk membantu berkonsentrasi ketika menulis buku.
Jangan tiba-tiba merasa haus atau lapar dan mesti bolak-balik ke dapur untuk mengambil segelas air di tengah kegiatan menulis. Ini akan mengganggu. Bisa-bisa waktu menulis habis hanya untuk mondar-mandir saja. 🙂
11. Judul yang Catchy!
Buatlah judul yang bikin ‘syok’. Eye catching. Keren. Beda. Jleb.
Contohnya saja Aku, Kopi, dan Kamera. Judul berperan penting dalam menghadirkan gambaran isi. Tertarik tidaknya calon pembaca biasanya juga dipengaruhi karena judul suatu buku. Bila dari judul saja seorang pembaca mulai mengira-ngira dan penasaran isinya, maka sudah bisa dipastikan ia ingin membaca buku yang kamu tulis.
12. Cintai Tulisanmu
Menulislah dengan cinta dan passion, supaya pembaca mencintai tulisan yang kamu buat.
Mungkin ini terdengar klise. Tapi mengerjakan sesuatu dengan cinta dan gairah tentunya akan menghasilkan hal yang berbeda dengan sesuatu yang dikerjakan karena kebutuhan dan terpaksa. Biarkan seluruh energi positifmu masuk ke dalam setiap tulisan yang kamu buat.
13. Swasunting
Setelah tulisan selesai, jangan langsung dikasih ke editor. Diamkan dulu. Baca ulang. Pasti masih ada aja kesalahan terselip. Edit.
Perlu dicatat bahwa tulisan perlu didiamkan beberapa saat sebelum diedit, karena biasanya seorang penulis masih berada dalam ambang emosional yang tinggi setelah karyanya baru selesai.
Tentu ia akan merasa tulisannya adalah tulisan yang paling baik sedunia, hal itu akan membuatnya sulit melihat kesalahan-kesalahan kecil yang tak kentara ketika emosinya dan perasaaannya sedang meluap. Istirahatlah dulu, ambil cuti atau sekadar melepaskan diri sejenak dari tulisan itu.
Kemudian setelah merasa emosimu reda, baru kamu baca ulang dan mulai proses editing. Setelah itu, kamu boleh berikan ke beberapa teman untuk minta masukan. Ya, carilah first reader untuk mengomentari tulisanmu sebelum kamu kirim ke penerbit/media.
Ernest Hemingway berkata, “There is nothing to writing. All you do is sit down at a typewriter and bleed”
Jadi, menurut Hemingway, menulis adalah menulis! Kalau mau menulis dengan baik, ya menulislah. Kamu harus mulai menulis buku dari sekarang!
Stiletto tunggu kiriman naskahmu ya!